Memulai
sebuah bisnis tidak perlu harus bermodal banyak dan dilakukan saat
memiliki banyak waktu. Di saat seseorang masih bekerja sebagai karyawan
dan hanya memiliki modal dalam jumlah terbatas pun, sebuah bisnis sudah
bisa dirintis. Asal ada tekad dan kemauan yang kuat untuk melakukannya.
Inilah yang diperlihatkan oleh seorang buruh migran Indonesia di tanah asing.
Sebagai seorang lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sarjiyem
yang kini bekerja di Victoria Hong Kong terpikir untuk bekerja di luar
negeri sejak dulu. “Saya pikir kerja di luar gajinya lebih besar
dibandingkan bekerja di dalam negeri,” ujar Sarjiyem yang lebih dikenal
sebagai “Sari Gunkid” di jejaring sosial Facebook.
Ia memilih bekerja di luar negeri sebagai asisten rumah
tangga karena ongkos pemberangkatannya lebih rendah dibandingkan biaya
yang dibutuhkan untuk bekerja dalam sektor formal di sana.
“Di Hong
Kong, pekerjaan formal diperuntukkan hanya bagi warga Hong Kong dan
penduduk yang sudah memiliki identitas independen,” terangnya.
Selama menjadi asisten rumah
tangga di negeri orang, Sarjiyem juga mengakui ada suka duka
tersendiri. “Di sini enaknya bisa libur seminggu sekali dan ada juga
labor holiday. Kami bebas berorganisasi,mengembangkan bakat,
ketrampilan, pendidikan, dan sebagainya,” ia menjelaskan. Selain itu,
gajinya lebih tinggi dibandingkan pekerja migran yang bekerja di
Malaysia dan Singapura dan ia berkesempatan mempelajari cara hidup orang
Hong Kong yang bersih, bisa antri dengan rapi, disiplin waktu, kerja
keras, cepat. “ Selain bekerja juga bisa berwisata layaknya seorang
turis,” imbuh wanita kelahiran Yogyakarta tersebut saat dihubungi
CiputraEntrepreneurship.com.
Meski
demikian, Sari mengakui ada beberapa hal yang kurang menyenangkan dalam
kesehariannya sebagai pekerja asing di Hong Kong. “Potongan gaji di awal
masa kerja lumayan besar,” keluhnya. Biasanya seorang buruh migran
mengalami pemotongan gaji selama 5 hingga 7 bulan dengan nilai HK$3000
per bulan. “Padahal gaji untuk saat ini HK$3740,” ia menambahkan.
Sebagai pekerja, ia juga kadang harus bekerja hampir 24 jam setiap hari.
Suatu saat
ia mendapatkan informasi adanya pelatihan ini lewat Facebook. “Saat itu
sudah ada 1 kali pertemuan,” kenang wanita kelahiran 34 tahun lalu ini.
“Saya termotivasi dari dalam diri sendiri untuk ikut, apalagi
pelatihannya gratis,” imbuhnya.
Sebelum
mengikuti pelatihan, Sari sempat berpikir jika ia tidak bisa melakukan
kegiatan liburan lainnya nanti. “Tapi setelah 1 kali mengikuti
pelatihan, akhirnya menjadi ketagihan untuk mengikuti pelatihan terus
sampai sekarang,” ujarnya.
Ditanya mengenai hasrat untuk berwirausaha, Sari mengakui dirinya tergugah untuk belajar menjadi entrepreneur setelah mengikuti pelatihan “Mandiri Sahabatku” yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri bekerja sama dengan UCEC.
Di tengah
proses belajar berwirausaha itulah, Sari ingin mempraktikkan apa yang ia
pelajari selama di kelas. “Saya mempunyai ide bisnis ini sebenarnya
karena tugas ritel online dari Distance Learning dengan Universitas
Ciputra Surabaya yang saya ikuti,” paparnya.
Mulanya ia
merasa bingung mengenai jenis bisnis ritel online yang bisa terasa
manfaatnya dalam 3 minggu. Dulu ada salah satu temannya menawarkan pada
Sariuntuk menjadi supplier pakaian anak-anak yang akan dijual di
Indonesia, tapi ia menimbang, tawaran itu tidak akan terasa manfaatnya
dalam 3 minggu. “Pasti prosesnya lebih lama,” ia beralasan.
Ide pun
datang saat ia bersantap di warung lesehan yang menunya halal. “Akhirnya
saya telepon pemiliknya dan menyampaikan keinginan saya untuk menjual
menu makanan dan minuman yang ada di warung tersebut,” Sari mengisahkan.
Pemiliknya setuju, maka terciptalah bootstrap. Sari pun mendirikan
warles (warung lesehan) online tanpa harus capek masak, mengurus segala
hal dari belanja, produksi, dan sebagainya. Ia berujar tentang
keunggulan bisnisnya, “Cukup mencari pelanggan dan proses pengambilan
pesanan serta pengantaran pesanan.”
Sari
menerapkan siasat jitu agar tetap bisa bekerja sambil berbisnis. “Warles
online ini pelayanannya hanya hari Minggu atau libur saja dan
berdasarkan orderan, jadi tidak terlalu mengganggu pekerjaan sebagai
domestic helper. Untuk pengaturannya pada hari Minggu/libur, saya
tinggal mengambil orderan lalu mengantar orderan ke tempat pelanggan,”
katanya mengungkap pembagian waktu bekerja sambil berbisnis.
Ia hanya
menggunakan peralatan sederhana dalam berbisnis, hanya tas untuk
mengambil dan mengantar pesanan bisa menggunakan tas yang tidak
terpakai, termos, sendok, garpu. Mengenai modalnya, ia hanya untuk
promosi dan produk tambahan saja. “Nominalnya tidak terlalu besar bahkan
boleh dibilang sangat kecil,” terangnya.
Sari
memanfaatkan Internet sebagai sarana untuk menjaring pelanggan. Ia
menggunakan YouTube sebagai sarana berpromosi dengan mengunggah sejumlah
video tentang bisnis onlinenya itu dan testimoni dari
pelanggan-pelanggan makanan lesehannya yang lezat dan cocok di lidah
serta dijamin halal. Warung Lesehan ( WarLes ) Sari Gunkid menjadi
warles online yang menyediakan menu halal, bersih, fresh dan layanan
delivery service yang cepat, demikian ia berpromosi di jejaring sosial.
Untuk mendukung bisnisnya dan menerima pesanan, ia menggunakan formulir
pemesanan online di blognya: http://www.warlessarigunkid.blogspot.com.
Kreativitasnya
patut diacungi jempol. Dan keberaniannya untuk memulai menjadi pemicu
untuk terus bergerak menuju arah yang lebih baik.
Untuk masa
depan para pekerja migran secara umum, Sari mengharapkan adanya
perlindungan terhadap BMI, pembebasan/pengurangan biaya penempatan di
luar negeri, penghapusan KTKLN yang sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang secara tidak langsung memeras BMI. Panduan/perhatian
dari pemerintah setelah menjadi BMI purna untuk berwirausaha di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran untuk artikel ini. Terima kasih telah membaca artikel saya.