Setiap tiba hari raya, pasti Anda sudah akrab dengan suguhan kue-kue kering, seperti nastar, kaastengels, atau putri salju. Demikian pula saat Natal. Aneka camilan itu bisa menjadi pengiring hidangan utama.
Meski tak mengalami perubahan bentuk, para pembuat kue kering selalu menyesuaikan penampilan kue-kue mereka dengan tema hari raya. Tengok saja, Linda Grace yang telah lima tahun memproduksi dan menjual kue kering, menyisipkan tema Natal dengan hiasan kue berbentuk wajah Santa Claus, pohon natal, tongkat, bintang hingga bentuk salib.
Hanya saja, menjelang Natal tahun ini, Linda belum melihat peningkatan permintaan sejak awal bulan. Namun, ia optimistis, seminggu sebelum Natal, pesanan kue akan ramai. Permintaan kue kering, kue tradisional sampai kue tart akan terus bertambah. Apalagi, ia tidak mengerek harga jual kue buatannya.
Linda yang membikin dan menjual kuenya di daerah Bintaro, Jakarta, memilih tidak mendongkrak harga, meski harga bahan baku cenderung naik. Persaingan bisnis kue yang makin ketat telah memaksanya untuk menjaga harga kuenya.
Terlebih, penjual kue kering makin banyak yang menawarkan harga murah. Makanya, ia tidak menaikkan harga kuenya sejak setahun yang lalu. Namun, "Kualitasnya jangan diragukan, saya selalu mengandalkan kualitas dari rasa kue-kue buatan saya," ungkap Linda.
Linda juga tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga kue-kue kering buatannya hanya bisa bertahan paling lama sebulan. Contoh, kue nastar buatannya tak memakai kayu manis dan pengawet. Kue juga tak terlalu kering, tak lengket di gigi, dan tak menyebabkan rasa haus. "Kue-kue akan lebih enak bila tidak dibuat untuk jangka panjang," ujarnya.
Selain itu, Linda mempertimbangkan kesehatan pembeli. Dengan begitu, ia tak hanya menghasilkan kue yang enak, tapi juga sehat dan aman dikonsumsi.
Dengan membanderol harga nastar mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 55.000 tiap toples, Linda bisa menjual 20 hingga 30 toples setiap harinya. Alhasil, dalam sebulan, ia pun mampu mereguk keuntungan bersih hingga Rp 15 juta dari hasil jualan kue kering.
Manisnya untung dari penjualan kue kering juga diraih Rahma yang telah menggeluti bisnis kue kering ini sejak sembilan tahun silam. Bahkan, ia menjual kue-kue buatannya hingga ke Palembang dan Makasar.
Rahma mengatakan, pesanan kue kering menjelang Natal tahun ini belum meningkat drastis. Boleh dikatakan stabil.
Dari rumahnya yang terletak di kawasan Cipulir, Jakarta, Rahma mampu menjual 10 hingga 12 toples setiap hari dengan harga mulai dari Rp 45.000 sampai Rp 60.000. "Penjualan menjelang Natal tahun ini cenderung lesu," kata dia.
Sebab, pada Natal tahun lalu, ia bisa melego hingga 20 toples setiap hari. Untuk menambal pendapatannya, Rahma juga menjual kue tart seperti blackforest, lapis surabaya hingga kue tarchis, dengan harga Rp 45.000 sampai Rp 275.000. Dari beragam kue basah ini, ia bisa mendapatkan pesanan enam loyang per hari.
Untuk memenangkan persaingan, Rahma menyiasatinya dengan membuat paket-paket kue kering yang terbagi dalam tiga jenis. Yakni, paket ekonomi A, B dan C. Perbedaan antara ketiga paket itu ada pada harga dan bahan baku.
Untuk paket C yang tidak menggunakan roombutter, Rahma menjual kuenya seharga Rp. 20.000 toples. Lalu, kue kualitas B dijual Rp 35.000 per toples. Adapun, harga kue paket A yang menggunakan wysman dijual Rp 50.000 per toples.
Untuk menjaga kue buatannya tetap terasa enak meski telah berbulan-bulan, Rahma mengoseng dulu terigu yang hendak dipakai supaya tidak menggumpal. Tak hanya itu, ia juga memanggang kuenya sampai benar-benar matang. Hingga tengah bulan Desember ini, Rahma telah meraup omzet hingga Rp 30 juta. sumber : KONTAN.co.id
Meski tak mengalami perubahan bentuk, para pembuat kue kering selalu menyesuaikan penampilan kue-kue mereka dengan tema hari raya. Tengok saja, Linda Grace yang telah lima tahun memproduksi dan menjual kue kering, menyisipkan tema Natal dengan hiasan kue berbentuk wajah Santa Claus, pohon natal, tongkat, bintang hingga bentuk salib.
Hanya saja, menjelang Natal tahun ini, Linda belum melihat peningkatan permintaan sejak awal bulan. Namun, ia optimistis, seminggu sebelum Natal, pesanan kue akan ramai. Permintaan kue kering, kue tradisional sampai kue tart akan terus bertambah. Apalagi, ia tidak mengerek harga jual kue buatannya.
Linda yang membikin dan menjual kuenya di daerah Bintaro, Jakarta, memilih tidak mendongkrak harga, meski harga bahan baku cenderung naik. Persaingan bisnis kue yang makin ketat telah memaksanya untuk menjaga harga kuenya.
Terlebih, penjual kue kering makin banyak yang menawarkan harga murah. Makanya, ia tidak menaikkan harga kuenya sejak setahun yang lalu. Namun, "Kualitasnya jangan diragukan, saya selalu mengandalkan kualitas dari rasa kue-kue buatan saya," ungkap Linda.
Linda juga tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga kue-kue kering buatannya hanya bisa bertahan paling lama sebulan. Contoh, kue nastar buatannya tak memakai kayu manis dan pengawet. Kue juga tak terlalu kering, tak lengket di gigi, dan tak menyebabkan rasa haus. "Kue-kue akan lebih enak bila tidak dibuat untuk jangka panjang," ujarnya.
Selain itu, Linda mempertimbangkan kesehatan pembeli. Dengan begitu, ia tak hanya menghasilkan kue yang enak, tapi juga sehat dan aman dikonsumsi.
Dengan membanderol harga nastar mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 55.000 tiap toples, Linda bisa menjual 20 hingga 30 toples setiap harinya. Alhasil, dalam sebulan, ia pun mampu mereguk keuntungan bersih hingga Rp 15 juta dari hasil jualan kue kering.
Manisnya untung dari penjualan kue kering juga diraih Rahma yang telah menggeluti bisnis kue kering ini sejak sembilan tahun silam. Bahkan, ia menjual kue-kue buatannya hingga ke Palembang dan Makasar.
Rahma mengatakan, pesanan kue kering menjelang Natal tahun ini belum meningkat drastis. Boleh dikatakan stabil.
Dari rumahnya yang terletak di kawasan Cipulir, Jakarta, Rahma mampu menjual 10 hingga 12 toples setiap hari dengan harga mulai dari Rp 45.000 sampai Rp 60.000. "Penjualan menjelang Natal tahun ini cenderung lesu," kata dia.
Sebab, pada Natal tahun lalu, ia bisa melego hingga 20 toples setiap hari. Untuk menambal pendapatannya, Rahma juga menjual kue tart seperti blackforest, lapis surabaya hingga kue tarchis, dengan harga Rp 45.000 sampai Rp 275.000. Dari beragam kue basah ini, ia bisa mendapatkan pesanan enam loyang per hari.
Untuk memenangkan persaingan, Rahma menyiasatinya dengan membuat paket-paket kue kering yang terbagi dalam tiga jenis. Yakni, paket ekonomi A, B dan C. Perbedaan antara ketiga paket itu ada pada harga dan bahan baku.
Untuk paket C yang tidak menggunakan roombutter, Rahma menjual kuenya seharga Rp. 20.000 toples. Lalu, kue kualitas B dijual Rp 35.000 per toples. Adapun, harga kue paket A yang menggunakan wysman dijual Rp 50.000 per toples.
Untuk menjaga kue buatannya tetap terasa enak meski telah berbulan-bulan, Rahma mengoseng dulu terigu yang hendak dipakai supaya tidak menggumpal. Tak hanya itu, ia juga memanggang kuenya sampai benar-benar matang. Hingga tengah bulan Desember ini, Rahma telah meraup omzet hingga Rp 30 juta. sumber : KONTAN.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran untuk artikel ini. Terima kasih telah membaca artikel saya.